HEADLINE
latest

Tuhan Yang Par-Excellence dengan Qudroh-Nya Berkuasa dengan Keadilannya


Judul Buku : Jika Tuhan Maha Kuasa, Kenapa Manusia Menderita “ Memahami Akidah Islam Bersama Al-Ghazali “
Pengarang : Ulil Abshar Abdalla
Penerbit : Buku Mojok
Tahun Terbit : 2020
Cetakan : 1 Juni 2020
Tebal Buku : viii + 186 halaman
Ukuran Buku : 13 x 19 cm
ISBN : 978-623-7284-37-6)

Ulil Abshar Abdalla atau yang sering kita panggil dengan sebutan Gus Ulil putra dari ulama NU  KH. Abdullah Rifa’I  dan mantu dari salah satu paku Islam di Indonesia K.H. Mustofa Bisri ini dikenal sebagai tokoh Islam liberal Indonesia yang berfailiasi dengan Jaringan Islam Liberal ( JIL) yang dibentuk pada tahun 2001. Selain  sebagai dosen pengajar di program pasca-sarjana di Universitas Islam Nahdlatul Ulama Indonesia (UNUSIA), beliau juga mengampu pengajian daring yang dikenal dengan ngaji Ihya’ Online. Tak cukup itu saja, beliau juga menuliskan untaian-untaian  akidah Islam yang terkandung kitab Ihya Ulumuddin karya Al-Ghazali dalam bukunya yang terbaru. Berbagai untaian yang disusun dengan bahasa yang begitu ilmiah dan memberikan solusi akan tiap persoalan dalam  akidah manusia zaman millennial.

Jika Tuhan Maha Kasih dan Kuasa, kenapa Dia menciptakan kesengsaraan pada manusia dengan begitu nampaknya keburukan di alam raya, seperti yang terjadi saat ini yaitu wabah corona yang begitu mengerikan, menewaskan berjuta-juta jiwa, memboikot segala bidang kehidupan dan mengharuskan manusia me-re-kalibrasi, mengatur ulang kehidupan mereka kembali? . Jika sungguh-sungguh Dia berkuasa, kenapa tidak segera Dia lenyapkan Penderitaan ini agar manusia dapat hidup normal kembali?.

Pertanyaan “skeptis” akanqudroh Tuhan semacam inilah sangat wajar, sudah muncul sejak zaman dahulu hingga saat ini menjadi pertanyaan orang-orang awwam bahkan para cendekiawan sekaligus, karena itu merupakan pertanyaan yang manusiawi. Tuhan tidak akan marah karena pertanyaan-pertanyaan seperti itu. Hanya saja menimbulkan banyak dis-agreement dari para tokoh sufi yang mengajukan pertanyaan itu dengan nada “protes” lalu dihadapi dengan “hardikan”. Begitu pula penulis yang kurang setuju dengan pertanyaan-pentanyaan skeptis semacam itu dan disajikan dengan ungkapan yang berbau protes, oleh karena itu, penulis mengajak para pembaca melalui bukunya unbtuk membahas dan menyelami akidah agar pembaca dapat berfikir dibalik semua fenomena yang terjadi ada sebuah bahkan beberapa “ grand design”, rencana besar Allah diluar batas kesadaran manusia.

Penulis memulai bukunya dengan menyelami akidah Islam dinisbatkan pada perspektif Al-Ghozali yang sesuai dengan kaidah asy-‘ariyyah yang dipadukan dengan spekulasi penulis untuk merusmuskan tema: bagaimana menjadi muslim pada era yang sudah “hyper-modern” sekarang ini, terlebih dengan adanya wabah COVID-19 yang mengacaukan seluruh tatanan dalam segala aspek kehidupan, salah satunya dalam beragama. Teologi, ilmu tentang bagaimana cara berhubungan dengan Tuhan harus benar-benar dipahami dan ditinjau ulang, jika tidak agama islam dikhawatirkan kehilangan daya tariknya bagi generasi sekarang.

Dalam buku ini, dituliskan teologi dengan berbagai penjelasan yang relevan dengan kondisi saat ini, dimulai dengan kesaksian ke-Tuhan-an bahwa Tuhan itu mutlak, yang tidak bisa ditembus dengan akal dan nalar manusia yaitu Tuhan yang “Tan Kinaya Ngapa” dan Tuhan al mu’taqodat, Tuhan sebagaimana dipahami manusia, bisa dikenali melalui nama, sifat, dan tindakan-Nya, walau demikian hampir disamakan dengan sifat manusia tetapi Tuhan selalu “ munazzah” bersih dari kemiripan apapun dari makhluk-Nya.

Tuhan dengan segala kebathilan-Nya tak nampak oleh pengindraan manusia tetapi ada, eksis.Keeksisan-Nya sebagaimana dinyatakan oleh Al-Ghazali tidak melalui medium substansi (tubuh) dan aksiden (sidat-sifat yang menempel) karena wujud Tuhan adalah dzat yang par excellence, paling sempurna. Sesuai dengan sifat-Nya sempurnya qudroh-Nya pun juga paling sempurna, hingga penulis menyatakan bahwa segala ciotaan-Nya dengan segala kemampuan yang dimiliki mereka adalah wujud derivative, pantulan dari sifat Tuhan, walaupun demikian tentu saja dengan tingkatan yang berbeda, Tuhan dengan tingkatan paling sempurna sebagai wujud musyakkak, tingkatan paling tinggi dibandingkan makhluk-Nya, karena kemampuan setiap hal terkait dengan kualitas wujudnya, makin tinggi suatu wujud, maka makin tinggi pula qudroh-nya.

Membicarakan qudroh atau kemampuan bersangkutan dengan iradah, kekuasaan Tuhan untuk mengatur alam raya ini. Memang benar ada penderitaan, keburukan, penyakit, dan kesakitan yang dari dahulu hingga sekarang menimbulkan berbagai pertanyaan teodisi akan ketidakadilan Tuhan. Semua ini disanggah oleh Al-Ghozali yang menyatakan bahwa segala sesuatu yang ada saat ini adalah bentuk dunia yang mungkin paling sempurna, bukan berarti Tuhan tidak memiliki kemampuan untuk memciptakan sesuatu yang lebih bagus dari sekarang melainkan ini adalah rencana besar Tuhan seperti corona ini. Kita tidak akan tahu hal baik tersembunyi dalam suatu peristiwa jika tidak menelaah, berfikir dan membuka mata. Itulah sikap husnudhon kepada Tuhan, bahwa dibalik segala penderitaan dalam skala kecil, ada hikmah dalam skala besar yang mungkin baru diketahui belakangan. Dengan sikap ini manusia tidak akan putus harapan, dalam keadaan apapun bahkan akan selalu melihat sisi terang di ujung lorong. kehendak besar Tuhan-lah yang akhirnya akan berjalan, Tugas manusia sebatas menyelenggarakan “kehendak kecil”.

Inti dari buku ini adalah untuk menanamkan keyakinan dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan skeptis atas qadar buruk yang memberikan kerugian bahkan kesengsaraan bagi manusia, bahwa Tuhan Maha Adil atas segala tindakan-Nya dengan berbagai misteri besar yang baik dibaliknya, tidak ada yang bisa kita lakukan melainkan menerima dan tawakkal kepada-Nya. Penulis juga menuliskan tambahan wisata hati dalam tulisnnya untuk tidak membandingkan agama dengan sains, bagaimana menyangkal pemikiran atheis dan pemikiran-pemikiran akan Tuhan lainnya sesuai dengan perspektif Al Ghazali sesuai dengan aliran asy-‘ariyyah, doktrin kenabian menurut Al Ghazali, bagaimana bersikap dengan agama lain, bahkan sampai membahas politik golongan sunni dan diakhiri dengan masa depan agama-agama di dunia.

Kekurangan Dan Kelebihan

Setiap buku pasti memiliki kekurangan ataupun kelebihan.Berdasarkan spesikulasi saya, buku ini memiliki banyak kelebihan dari pada kekurangannya.Buku yang dicetak dengan sampul yang relevan dengan judulnya, tidak tebal, dan disusun rapih sesuai dengan berbagai sub-babnya.

Penulis menuliskan buku ini dengan bahasa yang tinggi disertai istilah-istilah ilmiah, istilah-istilah dalam bahasa arab bahkan juga dalam bahasa inggris. Penulis memadukan pengetahuan dari berbagai sumber yaitu Al-Quran, hadist, buku sains,buku ulama-ulama bahkan filsuf muslim seperti Ibn Rusyd, Ibn ‘Arabi, Al Mawardi, buku sejarah, dan yang menjadi pokok rujukan adalah kitab Ihya Ulumuddin karya Al-Ghozali. Penulis dalam bukunya memberikan contoh-contoh yang fleksibel dan relevan sesuai dengan kondisi saat ini dengan tidak melupakan nasehat-nasehat untuk bersikap yang menunjukkan sifat derivative dari Tuhan yang jauh dari ketidakstabilan emosional, nasehat yang begitu membangun sikap sebagai orang beriman dan memberikan petuah penting dalam berakidah tentunya. Memberikan gambaran bagaimana menyikapi agama lainbahkan sampai sikap dalam menghadapi politik.

Dalam buku ini penulis menuliskan Tuhan  bukan Allah dalam bukunya, padalah beliau adalah tokoh muslim, Nu, dan JIL yang pastinya Islam melekat tubuh dalam bathinnya, yang mana Tuhan dalam Islam dikenal dengan Allah. Dengan demikian membuktikan bahwa buku ini dapat dibaca oleh siapapun dari agama manapun, walau sedikit cenderung membela Islam, tidak mengansumsikan bahwa Islam mengungguli agama-agama lain, melainkan memberi gambaran dan bukti nyata akan kebenaran dengan untaian pendapat yang berujuk.

Buku ini disimpulkan sesuai dengan ajaran NU, karena didalamnya memuat ajaran sunni, bahkan aliran asy-‘asriyyah juga membahasa mengenai Ihya Ulumuddin karya Al Ghozali yang fundamental dipelajari dalam pondok-pondok pesantren  NU yang berbasis salaf khususnya.

Adapun kekurangan buku ini sesuai dengan spekulasi saya adalah adanya beberapa sub-bab yang dirasa kurang sesuai susunannya.  Beberapa hal yang sama dalam sub-bab yang berbeda juga ditulis berulang sehingga dirasa membingungkan para pembaca.Bahasa yang terlalu tinggi dirasa sulit dipahami oleh orang yang berintelektual rendah, adanya pembahasan mengenai politik yang dirasa tidak sesuai dengan judul buku.

Menarik untuk dituliskan dalam resensi ini, sebuah kutipan dari buku ini yaitu “ Apapun yang kita gambarkan akan Tuhan, Ia selalu melampaui itu. Ajaran ini mengajarkan kepada kita sikap rendah hati, jangan merasa paling tahu tentang Tuhan. Sebab ia melampaui pengetahuan dan penggambaran kita, Dia berwujud dan par excellence Karena itu, jangan mudah pula “menghakimi” bahwa Tuhan tidak adil, Dia adalah sebaik-baik perencana.

Penulis Resensi :

Arina Silviya

Santri Pondok Pesantren Daarun Najaah Jerakah Semarang asal Salatiga


« PREV
NEXT »

Facebook Comments APPID