REFLEKSI HARLAH NU KE-101 PCNU KUDUS
Melihat Muslim tapi
Bukan Islam
Prof. H. Abdurrahman Mas’ud, Ph.D
Peringatan Hari lahir Nahdlatul Ulama (NU) ke 101 PCNU Kudus tahun 1445
H./2024 M cukup sederhana, namun bisa dibilang istimewa dan penuh makna.
Istimewa karena menghadirkan dua narasumber yang saling melengkapi pertama
adalah Rama KH. M. Ulil Albab Arwani sebagai Rois Syuriah PCNU Kudus dan Prof.
H. Abdurrahman Mas’ud, Ph.D. salah satu
penggerak Lembaga Sosial Mabarot Kudus (LSMK) sebelum adanya Lambaga Kajian dan
Pengembangan Sumber daya Manusia (Lakpesdam) NU Kudus. Guru Besar UIN Walisongo
yang akrab dipanggil Prof Dur telah menyelami dunia pesantren khas budaya Timur
dan mengalami pendidikan di Barat selama puluhan tahun sehingga perpektifnya
relevan dijadikan bahan renungan bagi kepemimpinan (Leadership) bagi PCNU masa
kini maupun mendatang.
Acara yang digelar 31 Januari 2024 di Aula MA NU Banat Kudus in, setelah Rama
KH. M. Ulil Albab Arwani menyampaikan pesan-pesan moral pentingnya niat dan
jihad dalam berNU, yakni beliau menegaskan pentingnya niat ibadah sebagai
manifestasi khidmah di NU pada satu sisi. Pada sisi lain beliau juga menegaskan
bahwa siapa yang berkhidmah di NU juga perlu siap berjihad dan rela berkurban
dengan harta dan jiwanya. Siap berkorban untuk NU dengan harta dan jiwanya,
sebagai perwujudan meneruskan perjuangan para Kiai khas pendiri NU, bukan
sebaliknya, demikian Rama Yai Albab mengingatkan dengan tegas. Beliau juga
berpesan agar ummat Islam secara kompak meningkatkan ekonomi Islam termasuk
baikot produk pro israil.
Sementara Prof. Dur dengan pengalaman puluhan tahun hidup di Barat ikut prihatin ketika kembali ke Timur termasuk di Indonesia karena sering menemukan fenomena paradoksal antara seharusnya dan senyatanya. Dengan mengutip intelektual muslim dari Timur Tengah, Muhammad Abduh, Prof Dur menyampaikan: “I went to the West and saw Islam, but no Muslims; I got back to the East and saw Muslims, but not Islam.” ¸ di Barat banyak ditemukan nilai-nilai Islam diterapkan dalam kehidupan nyata tetapi mereka bukan muslim. Sebaliknya di Timur (termasuk di Indonesia) banyak orang muslim tetapi dalam kehidupan nyata tidak mencerminkan nilai-nilai Islam dalam berbagai segi kehidupan.
Hasl ini bisa saja menjadi bahan evaluasi
bersama dalam konteks gerakan NU di Kudus. Bisa jadi sebagian kita ini jelas
NUnya baik struktural maupun kultural, namun bisa saja dalam praktek kehidupan nyata
dalam hal tertertu dalam berjamiyyah belum mencerminkan nilai-nilai dasar mabadi khaira ummah dalam NU seperti ash-shidqu (benar) tidak berdusta; kedua, al-wafa
bil ‘ahd (menepati janji) dan ketiga at-ta’awun (tolong-menolong).
Ini tantangan NU masa kini dan masa mendatang.
Maka
Prof. Dur mengingatkan kepada khalayak NU pentingnya memperhatikan investasi di
dunia pendidikan yang berkualitas dan berintegritas di kalangan NU. Lagi-lagi
Prof Dur, mengutip Confucius yang mengatakan:
“If your plan is for one year
plant rice. If your plan is for ten years plant trees. If your plan is for one
hundred years educate children”, (Jika rencana Anda untuk satu tahun,
tanamlah padi. Jika rencana Anda
adalah sepuluh tahun, tanamlah pohon. Jika rencana Anda seratus tahun didiklah
anak-anak ”. Ini menunjukkan pengembangan pendidikan Islam di NU memang
investasi jangka panjang yang butuh beaya mahal, tidak hanya untuk puluhan
tahun tapi ratusan tahun. Pendidikan Islam yang berkualitas adalah salah satu solusi dalam meningkatkan
pribadi maju berintegritas kuat iman taqwa (IMTAQ) dan melek ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), tidak
gagap teknologi (gaptek).
Lalu bagaimana untuk melihat sosok kader NU masa depan
selaras dengan tuntutan zaman. Prof Dur dengan mengutip pandangan Barat dari Warren Buffett, seorang enterpreneur,
pilantropis dan CEO sukses dari Amerika yang mengatakan: “Look
for 3 things in a person: intelligence, energy, and integrity. If they don't have the
last one, don't even bother with the first two”, (Carilah 3 hal dalam diri seseorang: kecerdasan, energi,
dan integritas. Jika mereka tidak memiliki
yang terakhir, jangan repot-repot dengan dua yang pertama). Kutipan ini
mengingatkan kita semua dalam momentum
Harlah NU ke-101 bahwa sosok kader yang berintegritas adalah hal yang utama
bagi NU masa depan. Kader yang cerdas penting, kader yang energik pekerja keras
juga urgen, namun yang jauh lebih genting dan penting adalah menghadirkan
kader-kader NU yang berintegritas, disamping cerdas dan energik-progresif agar
NU masa depan lebih gemilang menyambut Indonesia emas.
Harlah NU ke-101 di PCNU ini juga menjadi penuh makna
karena ada memen peluncuran buku: Praksis Moderasi Beragama Silang Budaya,
Dari Sunan Kudus hingga Kearifan Papua, kerjasama Lakpesdam NU Kudus dengan
Perpustakaan IAIN Kudus. Hadirnyanya buku ini diharapkan bisa menjadi lebih
bermakna sehingga pesan-pesannya lebih bernafas panjang kendatipun acara
perayaan Harlah NU sudah usai. H. Fajar Nugroho, sebagai Ketua Panitia
menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berpartisipasi atas
suksesnya acara Harlah NU. Selamat Harlah NU ke-101.
Tidak ada komentar
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.