Kode Etik Politik Kemenangan
Kaji Filsafat Islam Jawa Sosrokartono, Ketua Lakpesdam NU Kudus Raih Doktor
Disertasi UIN Walisongo Semarang dengan judul Struktur Filsafat Islam Jawa dalam Ngelmu dan Laku R.M.P. Sosrokartono yang ditulis oleh Nur Said, Ketua Lakpesdam NU Kudus cukup mencuri perhatian para penguji dan hadirin mengingat salah satu temuannya disamping menformulasikan bangunan filsafat khas Islam Jawa Sosrokartono yang tak lain kakak kandung dari RA Kartini juga ada serpihan kode etik politik kemenangan yang relevan dalam menghadapi kontestasi politik dalam Pemilu 2024.
Setiap pemilu digelar disitu sering muncul kerawanan konflik sosial horizontal yang mengkhawatirkan ketahanan keamananan bangsa. Pesta demokrasi yang sering berkiblat pada Barat seringkali tak selaras dengan identitas lokal di Indonesia yang berakar pada ideologi Pancasila, maka perlu memanfaatkan kesadaran budaya dan kecerdasan budaya sebagai solusinya. Dalam temuannya Nur Said, menyebutkan bahwa Sosrokartono yang dikenal sebagai Guru Spiritual Soekarno ini dalam berbagai surat-suratnya berpesan pentingnya menang tanpo ngasorake (menang tanpa merendahkan). Pesan ini ternyata bersayap karena dalam pesan yang lain ia juga menegaskan pentingnya: Menang, tanpa mejahi, tanpa nyakiti; menang, tan ngrusak ayu, tan ngrusak adil. Yen unggul, sujud bakti marang sesami” Menang tanpa “membunuh”, tanpa menyakiti, merusak keindahan dan merusak keadilan. Kalau unggul (menang) tunjukkan dengan berbakti kepada sesama.
Menurut Said yang juga Dosen IAIN Kudus dalam paparannya di hadapan sidang Promosi Doktor 4 Juli 2024 di UIN Walisongo Semarang tersebut, pesan-pesan Sosrokartono tersebut bersifat universal. Kalau dihubungkan dengan Pemilu, bukan saja ketika Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah mengumumkan siapa pemenangnya saja tetapi juga setelahnya. Kemenangan dalam ini lebih merupakan sikap kejiwaan seseorang. Ini menyangkut integritas dan karakter individu dalam berkontestasi. Kemenangan bisa diperloleh pra pemilu, saat pemilu dan pasca pemilu. Kemenangan sebelum pemilu adalah ketika para kontestan politik siap menang tanpa mejahi tanpa nyakiti (menang tanpa membunuh karakter, kamapanye hitam, tanpa menyakiti). Jangan sampai sebelum pemilu dimulai terjadi pembunuhan (mejahi) karakter seperti kampanye hitam (black campaign) dan berbagai ragamnya melalui para buzzer dan sejenisnya. Demi kemenangan lalu menghalalkan segala cara. Kalau seperti ini cenderung demokrasi liberal. Pola-pola seperti ini tentu menyakitkan bagi yang menjadi korban pembunuhan karakter.
Kontestan meraih kemenangan sesungguhnya adalah yang berani kalah. Sosrokartono bilang, durung menang yen durung wani kalah (belum pemenang sejati kalu belum berani kalah). Artinya untuk meraih kemenangan harus siap jatuh bangun melalui proses panjang, proses pengkaderan yang berjenjang, tidak ujug-ujug nyalon dengan modal uang langsung jati. Pola seperti ini menurut Sosrokartono bukan pemenang sejati. Demikian paparan Nur Said di depan dewan Penguji yang terdiri dari Prof. Dr. H. Imam Taufiq, M.Ag. yang diwakili oleh Prof. Dr. H. Abdul Ghofur, M.Ag. Sekretaris/Penguji; Prof. Dr. Hj. Sri Suhandjati sebagai Promotor/Penguji, Dr. H. Abdul Muhaya, M.A. sebagai Ko-Promotor/Penguji, Prof. Dr. Phil. Asfa Widiyanto, M.Ag., M.A. sebagai Penguji Eksternal dari UIN Salatiga, Prof. Dr. H. Suparman Syukur, M.Ag., Dr. H. Anasom, M.Hum., dan Dr. H. Machrus, M.Ag. sebagai masing- masing sebagai penguji internal dari UIN Walisongo Semarang.
Lebih lanjut Nur Said juga menegaskan bahwa ketika pemili berlangsung menang tan ngrusak ayu, tan ngrusak adil juga perlu ditonjolkan. Apa artinya kemengangan kalau dilalui dengan ketidakjujuran misalnya dengan kesaksian palsu, kecurangan dan lainnya. Kalau hal ini terjadi berarti prosesnya telah merusak keadilan (adil). Menurut Nur Said, yang juga Ketua Lakpesdam NU Kabupaten Kudus ini, Menang tanpo ngasorake juga merupakan kode etik moderasi dalam politik kemenangan. Yang menang tidak merasa berbangga dan menonjolkan diri, sedangkan yang kalah tidak berkecil hati dan merasa terhina. Dengan demikian kemangan tetap akan menumbuhkan kekeluargaan, kehangatan dan kasih sayang. Inilah yang dimaksud Yen unggul, sujud bakti marang sesami, oleh Sosrokartono. Maka ketika telah ditetapkan KPU sebagai pemenang, pasca pemilu Sang Menang perlu berbesar hati kalau memang kebijakan pemimpin pendahulunya baik yang wajib diteruskan, namun kalau kebijakan sebelumnya tidak baik perlu direformasi. Bukan waton suloyo, asal beda.
Hadir dalam sidang Promosi doktor tersebut antara lain Warek 3 IAIN Kudus, Dr. H. Kisbiyanto, M.Pd., Kabiro IAIN Kudus, Drs. H. Muhammad Adnan, M.Ag., Dekan Fakultas Tarbiyah, Dr. M. Nur Ghufron, M.Si., Wadek 1 Fakultas Ushuluddin IAIN Kudus, Wakil Direktur Pascasarjana IAIN Kudus, Kaprodi Akidah dan Filsafat Islam Fakultas Ushuluddin IAIN Kudus dan sejumlah dosen dan kolega civitas akademika IAIN Kudus. Dari jajaran Nahdlatul Ulama hadir juga jajaran PCNU Kudus, Drs. KH. Asyrofi Masyitho, H. Fajar Nugroho dan aktivis Ngaji Alif pengagum ajaran Sosrokartono Yudi Prastiawan.
Bagian akhir Nur Said optimis, kalau kode etik politik kemenangan ini bisa dipegangi bersama oleh para kontestan, optimis Pemilu 2024 membawa harapan baru dirindukan anak bangsa yaitu kemenangan yang tidak mewariskan dendam, tetapi kemenangan didapat dengan jalan damai, jalan yang benar (tan ngrusak ayu dan tan ngusak adil).
Tidak ada komentar
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.