HEADLINE
latest

KECERDASAN POLITIK ASWAJA: Menghayati Etika Politik NU

 


KECERDASAN POLITIK ASWAJA:  Menghayati Etika Politik NU

Oleh Nur Said

Ketua LAKPESDAM NU Kudus

Hari ini 31 Januari 2021 adalah bertepatan Hari Lahir (Harlah) Nahdlatul Ulama (NU) dalam tahun Masehi. Sebagai wujud muhasabah agar Harlah NU ini lebih bermakna, ijinkan penulis menyampaikan intisari Bedah Buku: Aswaja NU dan Etika Politik karya Mahrus El-Mawa. Acara terlaksana atas kerjasama LAKPESDAM NU Kudus, STIBI Syekh Jangkung Pati, Omah Dongeng Marwa, Podcast Tutur Tinular dan Mubarokfood, pada 28 Januari 2021 di Museum Jenang Kudus. Sebagai Narasumber adalah Mahrus El-Mawa sebagai penulis, dengan  Pembahas Prof Dr Syamsul Ma'arif dari UIN Walisongo Semarang dan Edy Supratno dari STIBI Syekh Jangkung Pati, dengan moderator langsung oleh Nur Said, Ketua LAKPESDAM NU Kudus. 

Acara tersebut memang diselenggarakan masih dalam suasana keprihatinan Pandemi Covid-19, sehingga desain acara dibuat Blended Seminar, sebagian peserta hadir luring dan sebagian lainnya daring dengan host M. Arif Al Hakim dari LAKPESDAM NU Kudus. Covid-19 telah memacu warga NU untuk tetap kreatif menggelar Tasyakuran Harlah NU ke-95 ini melalui platform Zoom sebagai wujud cinta dan semangat berkhidmah kepada NU. Hadir off line dari PCNU H Kisbiyanto yang memberikan sambutan dan sekaligus membuka secara resmi acara itu. Juga H Fajar Nugroho Pembina LAKPESDAM NU Kudus yang mengawal acara hingga dini hari.  


Intisari

Acara berlangsung cukup  panjang sekitar 4 jam  mulai jam 20.00an WIB hingga pukul 23.00an WIB. Setelah paparan dari masing-masing narasumber disambung dialog dari peserta yang cukup antusias.

Dari perbincangan hangat dapat ditarik intisari ya bahwa kecerdasan politik Aswaja tak lepas dari  praksis keadilan, kemaslahatan, dan moderatisme yg diramu dalam bingkai dialektika antara Islam, Kearifan Lokal dan kebangsaan. Maka khidmah sebagian generasi muda NU untuk khoira ummah dalam jalur politik perlu menghayati living tradition etika politik NU yang cenderung solutif (problem solving) berakar khitthah NU, namun tidak anti politik. Hal ini  bukan berarti Islam Yes, Partai Islam No, ala Cak Nur, kata Prof Syamsul Ma'arif.

Sementara Edy Supratno dengan gaya mendongeng yang menarik menyampaikan ketertarikannya pada buku tersebut sebagai dokumen sejarah yang sangat penting periode transisi demokratisasi bangsa (1994-1999) dimana NU turut sebagai subyek dengan konsisten pada jalan tengah. 

Maka buku ini membantu untuk melakukan prifiling   praksis "politik" NU. Namun profilnya bukan model  (meminjam istilah Cak Lontong) politisi Si Unyil yg anti perubahan, atau Pak Raden yang feodalistik, atau Pak Ogah yg pragmatis, segalanya diukur dengan materi "cepek dulu".

Profil yang dekat dengan praksis etika politik NU adalah Semar yang mampu mendengar Punokawan secara jernih sehingga bijak dalam bersikap  menyuarakan rakyatnya meski di tengah perbedaan. 

Buku tulisan Mahrus El-Mawa ini mampu memotret periode paling krusial Aswaja (baca: NU) dalam konteks pusaran Demokratisasi di Indonesia yg paling hot, yakni periode 1994-1999. Suatu momen dimana ketika Orde Baru Tumbang, Gus Dur key figur NU kala itu sempat diangkat presiden. NU tetap tawarkan solusi ciamik dengan hadirnya PKB kala itu. Namun NU tidak masuk dalam pusaran politik praksis. Mungkin bisa dikatakan gaya NU periode itu adalah "Solusi NU Yes, Partai NU, No".   

Pada bagian closing statemen Fajar Nugroho, Pembina LAKPESDAM NU Kudus mengingatkan agar kader  NU perlu mewaspadai terminologi Aswaja yang selama ini mulai diadopsi oleh kelompok arus kanan atau arus kiri dalam berbagai warnanya, namun dengan isi yang berbeda dengan an-Nahdliyyah. Sementara Kisbiyanto dari PCNU Kudus menghimbau agar nilai-nilai etika politik NU sebagaimana terekam dalam buku ini harus memiliki nilai fungsional sehingga benar-benar menjadi living Aswaja. Maka generasi muda NU perlu menghayatinya secara seksama. 

Lebih tegas Mahrus El-Mawa penulis buku ini mengingatkan ketika politisi dari kader Aswaja  kalau jejak kiprahnya bertentangan dengan garis etis nilai-nilai harokah NU, berarti yang bersangkutan belum menghayati nilai-nilai dasar gerakan NU. Dengan mengutip statemen Pendiri NU KH. Hasyim Asy'ari, penulis buku ini mengingatkan: "Landasan NU adalah keadilan dan kebenaran memperjuangkan kebaikan dan kesejahteraan bagi seluruh umat".  Itu perlu diingat selalu dalam meningkatkan kecerdasan politik Aswaja.

Masih banyak dokumen penting bak mutiara Aswaja dalam buku ini.  Sayang kalau belum membaca buku ini. 

Selamat Harlah NU ke-95. Khidmah NU, 

Menyebarkan Aswaja dan Meneguhkan Komitmen Kebangsaan.*

« PREV
NEXT »

Facebook Comments APPID